MANANGGEL PART OF EGOIS
September 01, 2020Sebetulnya teramat harus dijelaskan, ini adalah bagian dari keegoisan yang seharusnya engga ditiru dan dibenarkan. maaf sebelumnya bagi yang membaca artikel ini, kenapa? karna untuk sebagian orang yang sedang bersusah payah tetap dirumah karna pandemi, dan tenaga medis yang sampai sekarang masih berjuang.
**
ada beberapa rencana yang kandas sejak bulan april kemarin, sudah terhitung 3 bulan lamanya dirumah. karna berpikir sudah terlalu lama, rencana kembali dibuat oleh sebagian teman dan juga diri saya sendiri. salah satunya main ke gunung mananggel, seharusnya memang bukan gunung sih hanya bukit di pinggiran kota cianjur. namun tetap jangan meremehkannya, Rabu 3 Juni 2020 rencana mengajak teman yang sudah terkumpul 6 orang termasuk saya, namun yang bisa saat hari H hanya 3 orang saja. modal nekat dengan 3 orang perempuan (saya, agni dan neni) sebenarnya neni sudah pernah ke mananggel namun karna sudah lama jadi ragu-ragu saat di trek. janji bertemu di tugu tauco, untuk sebagian orang cianjur mungkin hapal dengan bunderan legend ini iyaa tauco bahe wkwk. Pukul 8.30 seharusnya sudah berkumpul, namun seperti biasa satu sama lain saling menunggu. kami bertiga pada akhirnya berangkat pukul 9.30 menggunakan motor masing-masing dan agni bersama saya.menuju jalan baros, saya sudah mengira jalan nya akan menanjak dan benar saja. saya saat itu hawatir motor yang dipakai tidak akan kuat kalau dipakai menanjak namun alhamdulillah bisa sampai dengan selamat.
kira-kira sampai di tempat penitipan motor jam 10.30 sebenarnya posisi rumah ini masih jauh untuk masuk ke mananggel namun karna memikirkan keadaan motor kami menitipkan ke rumah seorang kenalan dari neni.
awal mula trek, masuk ke ladang milik warga di daerah baros, lumayan untuk pemanasan. kami bertiga melewati jalan yang memang langsung memotong agar lebih cepat, melewati jalan besar yang bisa roda empat lewati.
tidak ada patokan sama sekali untuk masuk ke gunung mananggel hanya mengandalkan ke-soktauan dan berani saja, hari itu matahari tidak terlalu terik ada awan baik yang selalu melindungi kami. terus berjalan dengan trek yang mulai mengecil untuk jalan setapak saja. disini awal mula kami tersasar karna salah mengambil belokan yang seharusnya mengambil jalan sebelah kanan malah mengambil jalan sebelah kiri. dengan pede nya kami terus jalan, namun aneh banyak sekali pohon bambu yang kami lewati semakin terus menanjak jalurnya tertutup rapat oleh rumput liar. alhasil kami menyerah dan kembali lagi ke jalan awal, lalu menanyakan pada seorang anak remaja yang sedang mencari rumput. dan katanya benar jalan yang kami lewati tadi itu, kedua kalinya kami kembali lagi ke trek yang melewati pohon bambu, sampai akhirnya kami menemui seorang bapa paruh bawa yang sama sedang mencari rumput. bahwa katanya jalan yang kami lewati ini memang bisa ke gunung mananggel namun dengan melewati gunung gentong dan estimasi waktu yang lama juga.
kembali lagi ke tempat awal, akhirnya bertemu lagi dengan bapa-bapa yang berbeda kami menanyakan kembali jalan dan akhirnya diantar ke trek yang sesungguhnya. "aduh pak terimakasih banyak, sehat terus" dan benar kali ini trek yang kami lalui menanjak dan licin, begitu mananggel ternyata. yang seharusnya di tempuh hanya 1 jam 30 menit untuk ke puncak. pada hari itu kami sampai jam 12.00 siang, 2 jam karna menyasar.
puncak mananggel, kami melewati makam. mungkin ini disebut petilasan karna tidak ada nya batu nisan atau nama yang tertera di makam, kami melewatinya dengan berhenti terlebih dahulu lalu membuat tawasul sebisa kami, mohon izin dan berdoa pada tuhan untuk siapapun yang ada di makam itu.
jika ingin mendirikan tenda di puncak mananggel mungkin bisa cukup untuk 5 tenda kurang lebih, ada tugu tentara dan view cianjur ke arah rawabango sangat jelas. kami memasak dan memasang hammock tidak begitu lama berdiam di puncak karna takut hujan pada saat turun.
sampai di bawah jam 4 sorean, dan kami langsung membawa motor lalu kemudian pulang ke rumah masing-masing. sudah tidak penasaran lagi perihal mananggel merasa aneh saja, mendaki gunung nan jauh ke kota orang lain, tapi tidak pernah menginjakan kaki di bukit kota sendiri. terimakasih agni, neni. semoga dipertemukan kembali di pendakian gemes lainnya.
1 komentar
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete